Senin, 27 Januari 2014

Gambar Untuk Tari Wayang

http://i1.ytimg.com/vi/bOHI2I1XOnQ/hqdefault.jpg


Tari Wayang

Tari Wayang


Tari Wayang yaitu salah satu kelompok atau genre tari yang latar belakangnya dari cerita wayang. Tari ini tumbuh mekar di wilayah Jawa Barat.

Deskripsi

Tari wayang yaitu tari yang mengambil gerak dasarnya dan gerak intinya dari penokohan wayang. Tari wayang biasanya menggambarkan penokohan dan jabatan dalam cerita wayang. Ada beberapa ciri utama dalam tari wayang yaitu:
  1. Tari wayang yang menggambarkan penokohannya seperti tari Adipati Karna, Tari Jayengrana, Tari Gatotkaca, dan Tari Srikandi x Mustakaweni, serta tarian yang menggambarkan jabatan seperti Tari Badaya
  2. Kekayaan tarian Wayang mempunyai ciri tingkatan karakter atau watak tertentu seperti: 
  1. Tari Badaya, wataknya putri ladak atau lincah,
  2. Tari Srikandi x Mustakaweni, dua tokohnya mempunyai watak putri ladak atau lincah,
  3. Tari Adipati Karna, wataknya lincah, atau disebut juga satria ladak,
  4. Tari Jayengrana, wataknya lincah, atau disebut juga satria ladak,
  5. Tari Gatotkaca, wataknya keras.
  1. Kekayaan tarian Wayang memiliki ciri bentuk pertunjukan yang tertentu seperti:
  1. Tari Badaya, termasuk bentuk tari rampak, massal atau berkelompok,
  2. Tari Srikandi x Mustakaweni, termasuk bentuk tari berpasangan atau duet,
  3. Tari Gatotkaca, Adipati Karna, dan Jayengrana, termasuk bentuk tari tunggal.
  1. Pada umumnya pertunjukan tari wayang diiringi oleh gamelan salendro. 
  2. Setiap tarian wayang mempunyai ciri kostum atau busananya sendiri.

SEJARAH TARI JAIPONG


 Indonesia Memang kaya akan banyaknya Khasanah budaya Bangsa yang dilahirkan dari Nenek Moyang Kita salah satunya adalah Jenis Kesenian atau tarian di Jawa Barat Yakni Tari Jaipong.
PENGERTIAN TARI JAIPONG

Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
Sejarah Tari Jaipong
Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.

SEJARAH TARI JAIPONG

Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.

Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu / Doger / Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger / Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.

PERKEMBANGAN TARI JAIPONG


Dari tari Jaipong ini mulai lahir beberapa penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kirniadi. Kehadiran tari Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para pencinta seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang di perhatikan. Dengan munculnya tari Jaipongan ini mulai banyak yang membuat kursus-kursus tari Jaipongan, dan banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk pemikat tamu undangan.

Di Subang Jaipongan gaya “Kaleran” memiliki ciri khas yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan. Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.

Tari Jaipong pada saat ini bisa disebut sebagai salah satu tarian khas Jawa Barat, terlihat pada acara-acara penting kedatangan tamu-tamu dari Negara asing yang datang ke Jawa Barat, selalu di sambut dengan pertunjukkan tari Jaipongan. Tari Jaipongan ini banyak mempengaruhi pada kesenian-kesenian lainnya yang ada di Jawa Barat, baik pada seni pertunjukkan wayang, degung, genjring dan lainnya yang bahkan telah dikolaborasikan dengan Dangdut Modern oleh Mr. Nur dan Leni hingga menjadi kesenian Pong-Dut.

BENTUK PENYAJIAN DAN CIRI KHAS

Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas dan kesederhanaan (alami/apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian taxi pada pertunjukkannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada Seni jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya Kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini sebagai berikut : 1) Tatalu ; 2) Kembang Gadung 3) Buah Kawung Gopar ; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinde Tatandakan (seorang Sinden tetapi tidak menyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukkan ketika para penonton (Bajidor) sawer uang (Jabanan) sambil salam temple. Istilah Jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).

Perkembangan selanjutnya dari Jaipongan terjadi pada tahun 1980-1990-an, dimana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Man gut, Iring-firing Daun Puring, Rawayan dan Tari Kawung Anten. Dari taritarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepi, Agah, Aa Suryabrata dan Asep Safaat.

Tentang Tari Jaipongan

Tari Jaipong atau dikenal sebagai Jaipongan adalah tarian yang diciptakan pada tahun 1961 oleh Gugum Gumbira. Pada masa itu, ketika Presiden Soekarno melarang musik rock and roll  dan musik barat lainnya diperdengarkan di Indonesia, seniman lokal tertantang untuk mengimbangi aturan pelarangan tersebut dengan menghidupkan kembali seni tradisi. Tari Jaipong merupakan perpaduan gerakan ketuk tilu, tari topeng banjet, dan pencak silat (bela diri).
Ketuk tilu sangat populer di desa, tetapi pada saat itu dianggap buruk di kalangan perkotaan, karena gerakannya yang sensual, bahkan erotis. Tak jarang penari ketuk tilu merangkap juga sebagai pelacur. Dalam karyanya, Gugum Gumbira pada saat itu berusaha melestarikan bentuk dasar ketuk tilu, tetapi dengan tempo musik yang dipercepat. Sehingga  membuat penari menjadi lebih aktif. Ia juga mempertahankan bentuk tradisioanl ketuk tilu, di mana penari merangkap sebagai penyanyi, tetepi dipadukan dengan gamelan urban dengan ditambah suara kendang. Nama jaipong adalah onomatope dari suara kendang yang sering terdengar di antara tarian ini. Mulut penonton dan pemain musik biasanya meneriakan aksen tiruan dari suara kendang: ja-i-pong, ja-ki-nem, atau ja-i-nem. Ada juga yang mengatakan bahwa nama jaipong mengacu pada bunyi kendang: plak, ping, pong.
Pada awal kemunculannya, jaipong merupakan tarian modern yang berbeda dari tarian-tarian tradisional Sunda sebelumnya yang mengedepankan sopan santun dan kehalusan budi para penarinya. Penari (yang biasanya perempuan) bahkan menundukkan pandangannya, dan tak boleh menatap pasangannya. Lain dengan jaipong yang pada saat itu terpengaruh juga oleh budaya dansa Barat di ball room, penari diharuskan fokus menatap pasangannya sebagai bentuk komunikasi visual.    
Tari jaipong mulai ditampilkan di depan umum pada 1974 dalam Hong Kong Arts Festival, melibatkan penyanyi-penari Tatih Saleh, Gugum Gumbira sebagai koreografer, dan Nandang Barmaya, seorang musisi sekaligus dalang. Ketika itu pemerintah sempat berupaya melarang tarian ini karena dirasa cenderung amoral dan sensual. Tetapi alih-alih meredup, jaipong malah makin populer, terutama di era 80-an. Bentuk tari jaipong kala itu tidak lagi disajikan sebagai tarian pergaulan seperti ronggeng, tayub atau ketuk tilu, di mana posisi penonton sejajar dengan penari, tetapi sebagai tarian panggung. Jaipong biasa dilakukan oleh penari perempuan, tetapi bisa juga dilakukan secara berpasangan.
Gerakan Jaipong
Jaipong memiliki dua kategori dalam gerakannya:
  1. Ibing Pola (Tarian Berpola)
Tarian ini biasanya dilakukan secara rampak (berkelompok) dikoreografi, disajikan dalam panggung untuk kebutuhan tontonan saja.
  1. Ibing Saka (Tarian Acak)
Penyajian jenis ini populer di kawasan Subang dan Karawang, disebut juga sebagai Bajidor. Bajidor sendiri sering diasosiasikan sebagai akronim Barisan Jelama Boraka (Barisan Orang-orang Durhaka). Tarian ini lebih merakyat karena, posisi penonton sejajar dengan penari. Dan penonton bisa ikut menari.
Pola Jaipong
Rangkaian gerak tari jaipong dapat dibedakan menjadi empat bagian:
  1. Bukaan, merupakan gerakan pembuka,
  2. Pencugan, merupakan bagian kumpulan gerakan-gerakan,
  3. Ngala, bisa juga disebut titik merupakan pemberhentian dari rangkaian tarian, dan
  4. Mincit, merupakan perpindahan atau peralihan.
Gerakan dasar tarian ini sering disebut 3G akronim dari Geol (gerakan pinggul memutar), Gitek (gerakan pinggul menghentak dan mengayun), Goyang (gerakan ayunan pinggul tanpa hentakkan).  Dewasa ini tari jaipong boleh disebut sebagai salah satu identitas Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting  di Jawa Barat. Tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat biasa disambut dengan pertunjukan tari jaipong. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara.
Tari Jaipong juga banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.

PERTUMBUHAN TARI MASYARAKAT SUNDA


Berbagai jenis tari tumbuh dan berkembang di tatar sunda Jawa Barat dengan ciri khas masing-masing sesuai kreatifitas masyarakat penduduknya. hasil kreatifitas tersebut kemudian dikenal dengan sebutan tari sunda. Seperti halnya masyarakat lain yang ada di Indonesia, masyarakat sunda memiliki keragaman kebiasaan, antara lain dialek, adat istiadat, gaya hidup, serta berbagai hal hakiki yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor internal lingkungan.

Masyarakat sunda adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa sunda sebagai bahasa ibu dalam kehidupan sehari hari, yang berasal dan bertempat tinggal di daerah Jawa Barat. Daerah ini juga sering diseut tanah pasundan, Tatar sunda, Parahiyangan atau Priangan. Pada kenyataannya, Jawa Barat terdiri dari berbagai wilayah etnik dan geografis yang membedakan pula hasil seni budaya yang justru di sisi lain sangan memberikan keragaman, antara lain: Priangan, Pantura ( kaleran), Pakidulan dan Cirebonan.

Keragaman sub etnik tatar sunda tersebut di atas, akan dibahas dari berbagai perspektif yang melatar belakanginya, terutama khusus mengenai latar budaya masyarakatnya, yang masing2 wilayah memiliki karakter yang berbeda. Hal ini diharapkan akan sangat membantu menganalisas'mengapa' seni pertunjukan di masing2 daerah menjadi berbeda serta mempunyai ciri khas yang spesifik, khusunya pada pertunjukan tari yang kemudian melahirkan tradisi dan gayanya masing-masing, seperti misalnya: seni (tari) tradisi Priangan; gaya Bandung, gaya Sumedang, gaya Garut dan sebagainya, Seni (tari) Cirebon; gaya Losari, Slangit, Geresik, Kreo, Palimanan, dan Indramayu. Seni (tari) tradisi kaleran ; gaya Subang, gaya Karawang dan sebagainya. Begitu pula 'mengapa' di wilayah perkebunan banyak seni pertunjukan yang di dalamnya disemarakan oleh tarian ronggeng, yang semuanya muncul dari seni pertunjukan rakyat?

dikutip dari : Tari di Tatar Sunda (Endang Caturwati)

Tata busana tari jaipongan

 


 
 
 
 
 
 
 
Tari Jaipong nan memikat
Tata busana tari Jaipongan untuk kreasi baru biasanya berbeda dengan busana ketuk tilu untuk yang kreasi biasanya lebih glamor. Dengan tetap memakai pola tradisional seperti sinjang / celana panjang , kebaya / apok yang busananya lebih banyak ornamen sehingga terlihat megah tetapi lebih bebas bergerak . Seiring dengan perkembangan jaman dan tarian tersebut tari Jaipongan banyak ditampilkan pada arena terbuka secara kolosal dan juga tampil di Hotel berbintang serta dalam rangka penyambutan tamu- tamu asing dari berbagai belahan dunia.

Beberapa waktu yang lalu saya mencoba menemui seseorang yang sejak sekolah dasar sampai sekarang berumur 38 tahun masih konsisten melakukan dan memberikan bimbingan tari jaipong khususnya dan tari Sunda pada umumnya. Beliau adalah Ibu Nurlela.

Menurut Ibu Nurlela, biasa beliau dipanggil, Jaipong memang sudah tidak seheboh dulu. Namun di pelosok desa masih sering terlihat di beberapa acara khususnya pernikahan yang hiburannya menggelar tari Jaipong. Ada kebanggaan tersendiri bagi beberapa golongan jika dalam sebuah hajatan menggelar tarian ini.

Frekwensi pagelaran memang tidak sebanyak dulu, namun masih ada beberapa kontes tari Jaipong. Selain itu juga dipergunakan pula oleh beberapa instansi dalam melakukan sebuah kampanye seperti halnya keluarga berencana, sensus kependudukan sampai pada kampanye politik. �Hal ini karena bagi beberapa kalangan tarian ini masih diminati�, demikian papar penari yang juga mahir membawakan tarian klasik Sunda itu, yang pada tanggal 11 April 2010 ini akan menggelar tarian Jaipong tersebut di Semarang

Di daerah Sunda, lanjut beliau, masih banyak kelompok seni yang masih eksis. Dia sendiri saat ini tergabung dalam 10 kelompok seni sunda yang bertebaran di 3 kabupaten yaitu Tasikmalaya, Ciamis dan Bandung.
Ibing Jaipong nan memikat
Tata busana ibing Jaipongan kanggo kreasi anyar biasana beda kalawan busana ketuk tilu kanggo anu kreasi biasana langkung glamor. Kalawan tetep nganggo pola tradisional sepertos sinjang / calana paos , kabaya / apok anu busananya langkung rea ornamen ku kituna katembong ajreng tapi langkung bebas usik . Seiring kalawan hal mekar jaman sarta tarian kasebat ibing Jaipongan rea dipidangkeun dina arena kabuka sacara kolosal sarta oge maju di Hotel berbintang sarta jero rangka penyambutan semah semah sejen ti sagala rupa beulahan dunya.

Sababaraha wanci anu kaliwat abdi mecakan manggihan hiji jalma anu saprak sakola dasar dugi ayeuna tos yuswaan 38 warsih konsisten keneh ngalakukeun sarta mikeun bimbingan ibing jaipong hususna sarta ibing Sunda dina umumna. Anjeunna nyaeta Ibu Nurlela.

Nurutkeun Ibu Nurlela, dawam anjeunna disauran, Jaipong saleresna parantos henteu seheboh tiheula. Tapi di pelosok desa mindeng keneh katembong di sababaraha acara hususna pernikahan anu hiburan na menggelar ibing Jaipong. Aya kareueus tersendiri pikeun sababaraha golongan lamun jero hiji hajatan menggelar tarian ieu.

Frekwensi pagelaran saleresna henteu saloba tiheula, tapi aya keneh sababaraha kontes ibing Jaipong. Sajaba eta oge dipake deui ku sababaraha instansi jero ngalakukeun hiji kampanye sepertos perkawis na kulawarga boga rencana, sensus kependudukan dugi dina kampanye pulitik. �Hal ieu margi pikeun sababaraha golongan tarian ieu diminati� keneh, kitu papak penari anu oge maher membawakeun tarian klasik Sunda eta, anu dina kaping 11 April 2010 ieu bade menggelar tarian Jaipong kasebat di Semarang

Di wewengkon Sunda, teras anjeunna, rea keneh jumplukan seni anu eksis keneh. Anjeunna sorangan waktos ieu kagabung jero 10 jumplukan seni sunda anu bertebaran di 3 kabupaten nyaeta Tasikmalaya, Ciamis sarta Bandung.

Senin, 20 Januari 2014

usaha kostum tari wayang

Produk dibuat secara manual
Gimo mengaku usahanya lebih fokus untuk membuat kostum tari tradisional dan wayang orang. Proses pembuatan pun masih manual atau menggunakan tangan. “Hanya untuk pakaian saya  menggunakan mesin jahit untuk membuatnya,” terang Gimo.
pekerja menyelesaikan pembuatan pernak-pernik dan pakaian tari di usaha kerajinan pakaian tari dan wayang milik Pak Gimo, Dukuh Bacem, Langenharjo, Sukoharjo Jumat (10/5/2013). Foto : Novandi K Wardana.
pekerja menyelesaikan pembuatan pernak-pernik dan pakaian tari di usaha kerajinan pakaian tari dan wayang milik Pak Gimo, Dukuh Bacem, Langenharjo, Sukoharjo Jumat (10/5/2013). Foto : Novandi K Wardana.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kostum ini pun bervariasi. “Untuk aksesoris pelengkap kostum, kami menggunakan bahan-bahan seperti kulit kerbau, karton, kain bludru (suede), dan payet-payet,” jelasnya. Sedangkan untuk pembuatan kostum tari, bahan yang digunakan bervariasi antara lain kain tetron, kain ero, kain toyuci, kain bludru minyak, kain bludru koflog, dan nilon.
Hasil produksinya, dipasarkan Gimo ke pelanggan tetapnya di Toko Bringharjo dan Tjokrosoharto Yogyakarta serta Pasar Klewer, Solo. “Selain itu tentu saja ada para seniman dan penari yang membeli kostum dan perlengkapan tari di sini,” ujar Gimo. Pemesan kostum dan perlengkapan tari Gimo juga ada dari luar kota seperti Banyuwangi dan Jakarta. “Biasanya anak-anak SMK I Solo dan mahasiswa ISI (Institute Seni Indonesia) juga sering memesan kostum di tempat saya,” lanjutnya.
Gimo mengaku omzet rata-rata yang diperoleh dari pembuatan kostum ini adalah sekitar Rp15 juta hingga Rp20 juta per bulan. “Ya tergantung produksinya juga sih. Tapi per bulan rata-rata ya segitu,” ujar Gimo.
Salah satu produk yang merupakan bagian dari seragam tari dan wayang milik Pak Gimo. Usaha kerjinan telah digeluti Hadi Sugimo sejak tahun 1989. Foto : Novandi K Wardana.
Salah satu produk yang merupakan bagian dari seragam tari dan wayang milik Pak Gimo. Usaha kerjinan telah digeluti Hadi Sugimo sejak tahun 1989. Foto : Novandi K Wardana.